Hari ini, Ahad, 31 Mei 2020, telah mendarat buku baru yang saya pesan lewat toko daring. Tiba lebih cepat dari perkiraan saya.
Judulnya “MAKSUD POLITIK JAHAT Benedict Anderson tentang Bahasa dan Kuasa” karya Joss Wibisono, yang diterbitkan oleh Penerbit Tanda Baca. Catatan ini bukan resensi. Resensinya pernah di tulis oleh Bung (dibedakan dengan “bung”) Made Wirya.
Bukan resensi, karena memang saya belum membaca keseluruhan karya tulis ini. Baru membaca sana-sani, untuk menilai apakah saya perlu melanjutkan atau tidak. Sesuai petunjuk yang saya ingat untuk membaca inspeksional.
Judul, pengantar, daftar isi, daftar pustaka dan indeksnya, sinopsis atau blurb di sampul belakang, judul bab, lembar demi lembar, di sana dan di situ, satu dua alineia, beberapa halaman berturut-turut. Bahkan inti buku di Bab 5, Bab paling panjang dan baru saya baca judulnya. Karena di resensi Bung Made Wirya sudah disinggung.
Buku setebal 156 halaman dengan dimensi 13 x 20 cm ini menarik. Seharusnya sekali duduk, atau paling tidak dua tiga kali duduk selesai. Secara ukuran tidak besar, tidak akan membuat capai untuk mengangkatnya. Cocok dibaca tanpa meja. Bisa dibaca di bawah pohon, sambil minum kopi atau teh. Bahasanya ringan. Jarang sekali saya harus mengulang membaca kalimat yang sama.
“Sekadar Pengantar”, saya baca hingga lunas. Disini biasanya bagian buku yang menarik. Metode penulisan, dan inspirasi bagi pembaca bisa muncul. Saya bukan main senangnya, bahwa buku ini ditulis dari tulisan pendek. Semakin memotivasi saya. Sekaligus, secara gamblang disampaikan tidak perlu urut dalam menikmatinya.
Semua tentang Benedict Richard O’Gorman Anderson (1936-2015), sahabat penulis. Mungkin kata “sahabat” tidak cukup untuk menggambarkan hubungan mereka. Ben Anderson seorang pakar Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Filipina, dan Siam.
Setiap bab ada daftar pustakanya sendiri. Mungkin karena memang ditulis secara terpisah.
Terdapat dua ejaan Bahasa Indonesia di buku ini, EYD dan ejaan Suwandi [ataoe Soewandi?] ( – 1972). Terdapat kutipan bahasa asing, Inggris dan Belanda, tapi saya suka, ada terjemahannya. Kecuali halaman persembahan, berbahasa Belanda: Aan mijn beide ouders in dankbaarheid en dierbare herinnering; “untuk kedua orang tua saya dalam syukur dan ingatan yang berharga”. Terjemahan oleh Google.
Kesimpulan dari membaca inspeksional saya adalah, saya perlu melanjutkan membaca karya Joss Wibisono ini.
(Wiyanto Sudarsono)