Bismillah. Teruntuk:
Diriku dan Saudaraku yang Sedang Menghadapi Perubahan
Perubahan adalah hal yang niscaya. Belakangan ini begitu terasa bagi kita. Situasi dan organisasi perusahaan kita bekerja begitu dinamis terasa.
Perubahan itu begitu dekat. Bahkan kita termasuk bagian dari perubahan itu. Sebagai pekerja, tentu harus siap menyongsong perubahan itu. Lahir batin.
Siap dengan ketidaknyamanan, siap dengan perubahan lingkungan. Tidak hanya bagi diri, bagi keluarga juga. Istri dan anak-anak harus disiapkan, diberi pengertian.
“Saya adalah orang yang berkerja di bidang pemasaran. Jadi sering bepergian bahkan dipindah tugaskan. Apakah siap untuk ikut aku kemanapun juga?“. Demikian tanyaku kepadanyi dulu, sebelum saya meminang.
“InsyaAllah, siap“. Demikian jawaban yang terdengar ditelinga.
“Dimana saya bekerja disitu anakku dilahirkan, apakah sanggup?“
“InsyaAllah sanggup” Tegasnyi kepadaku begitu meyakinkan.
Dan alhamdulillah itu terbukti. Ia menemani ketika di Palopo. Anak pertama kami lahir di sana. Dan kamipun saat ini tengah bersiap, Lampung tujuan kami berikutnya.
Ada ketidaknyamanan, ada kekhawatiran. Tentu saja.
Saya pernah mengalami perubahan. Bisa jadi perubahan yang tidak diperkirakan. Lama saya merenungkan. Ada kemarahan, ada kejengkelan, ada kekecewaan. Lama saya beranjak dari kondisi itu.
Sampai saya diingatkan pada firman Allah:
“”… Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah [2]:216).
Tersadar saya. Meski godaan untuk sesal sering menjejal. Tapi ingatan juga sering hadir dalam perasaan. Apalagi celetukkan dari sekitar.
Kecewa Malas
Ketidaknyamanan yang mengganggu pikiran akan berujung padan kemalasan. Bukan malas sebenarnya, tapi lebih pada kecewa. Ketika perubahan tidak sesuai harapan. Perubahan yang tidak menguntungkan, menurut kalkulasi pribadi. Padahal bisa jadi tidak begitu.
Kesadaran bahwa, kondisi ini yang terbaik menurut Allah terus hadir. Namun, diri tak bisa memungkiri. Mengapa, mengapa, mengapa?! Tanya yang sering menyapa. Seolah tidak terima. Kepada Allah memohon ampunan.
Saya berharap bahwa diri ini senantiasa semangat dan memiliki keyakinan, bahwa Allah akan memberi kemudahan. Selama kekecewaan tidak berlarutan. Malas tidak berterusan.
Tetap semangat adalah jalan terbaik. Karena selainnya hanya akan merugikan diri dan keluarga. Bukankah bekerja dimana pun adalah sebuah kemanfaatan?!
Rasulullah pernah menasihatkan. Yang tampaknya cocok dengan kondisi kita sekarang ini:
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu setan.” (HR. Muslim)
Dariku: Wiyanto Sudarsono