Posted on Leave a comment

Sederhana, tapi Konkrit

“Saya suka, sederhana, tapi konkrit”. Katanya sewaktu mengomentari salah satu tulisan saya. Akhiran “- nya” menunjuk pada sahabat laki-laki saya. Uda Rega. Konkrit adalah kata tidak baku dari konkret. Demikian koreksi pertama saya.

Tidak perlu yang muluk. Hingga mengangkasa, untuk membuat program kerja pemasaran. Atau penjualan. Yang penting direncanakan dan dijalankan. Dievaluasi dan diimplementasi. Konsisten dan telaten.

Tidak perlu berteori hingga “sundul langit” kata Mamak – – Ibu– saya dulu. Tidak perlu dalil “ndakik”. Tapi tetap perlu ada teorinya, konsepnya, menurut saya. Sedikit saja. Yang penting, KONKRET. (kapital semua karena harus di pekikkan).

Karena, teori tanpa praktik, itu bullshit, praktik tanpa teori, itu stupid.

(Wiyanto Sudarsono).

Posted on Leave a comment

Mengapa dan Apa

Mukadimah, Serial Selling with Character

Pernah suatu ketika, dunia pemasaran – – atau penjualan– membagi antara Salesperson yang mencari pelanggan (hunter)  dan yang merawat pelanggan (farmer). Pasar B2B, penjualan dari bisnis ke bisnis, pasar korporasi, dianggap pasar yang cocok untuk tipe farmer. Yang sifat hubungannya jangka panjang. Proses Penjualan relatif lama.

Pasar B2C, penjualan dari perusahaan/bisnis ke konsumen, cocok untuk tipe hunter. Hubungannya lebih bersifat transaksional. Setelah closing, selesai. Cari pelanggan baru lagi.

Nampaknya saat ini tidak cocok lagi. Hubungan dengan pelanggan harus jangka panjang. Penjual, harus seorang hunter sekaligus farmer. Cari dan rawat pelanggan.

Ada dua alasan :
#1 Biaya merawat pelanggan lebih murah dibandingkan mencari pelanggan baru.
Biaya dalam arti nilai nominal yang dikeluarkan, maupun waktu dan tenaga. Mencari baru lebih murah, lebih hemat dibanding cari baru.

Proses bisa Lebih cepat dan hemat. Karena pelanggan yang sudah percaya, tidak perlu banyak tanya dan minta bukti.

#2 Rekomendasi lebih dahsyat dari iklan. Pernahkah Anda, jika hendak membeli barang di toko online, melihat jumlah bintang (rating)  toko dan barang tersebut? Membaca ulasan pembeli sebelumnya? Rekomendasi pelanggan loyal sangat besar kekuatannya. Pun sebaliknya, nyinyir dan ulasan negatifnya. Dapat dibaca semua orang. Terlebih lagi di era media sosial sekarang ini.

Bagi Petani-pun demikian, mereka terhubung dengan petani lainnya. Dengan tetangga sawah atau kebun. Saat kumpulan kelompok Tani. Saat pengajian. Saat di pasar.

Dulu, mungkin informasi hanya searah dari produsen dan Salesman. Saat ini setiap pelanggan, Petani pun mengakses informasi. Sesederhana apapun caranya.

Sehingga, penghalalan segala cara untuk closing sudah tidak bisa dipakai. Sekali Ketahuan “mbujuk”, habis sudah. Semua Pelanggan akan lari. Kesalahan kecil, akan menjadi nila (racun) bagi susu sebelanga (satu kuali).

Karakter yang positif dapat membantu kita dalam membangun kepercayaan pelanggan. Membuat hubungan dengan pelanggan lebih panjang, lebih gayeng.

(Wiyanto Sudarsono, dari Buku SELLING with CHARACTER)

Posted on Leave a comment

Jualan dengan Karakter

Sebuah Serial dari Sales People Notes

“Kepercayaan adalah kunci mutlak untuk membangun sukses jangka panjang. Anda tidak dapat sukses dalam hal apapun tanpa kepercayaan”. Demikian kata Jim Burke, mantan CEO Johnson & Johnson.

Nah, sebagai Salesperson (orang dodolan), bagaimanakah kita membangun kepercayaan pelanggan kepada kita?
Ada 2 hal, kata Om Stephen M. R. Covey, yaitu Kompetensi dan Karakter.

Kata orang berpengalaman, karakter lebih penting. Logikanya sederhana. Apakah Anda akan percaya kepada Salesperson yang pandai, komunikatif, menguasai product knowledge, presentasi yahud, namun suka bohong? Suka ngibul? Kata orang Gresik, Suka mbujuk?

Ikuti serial singkat, Selling With Character dari Sales People Notes. Sales People Notes adalah catatan ringkas untuk para penjual yang pernah saya terbitkan terbatas melalui grup WA. Serial ini (Selling with Character)  diambil dari buku dengan judul yang sama SELLING with CHARACTER karya Hermawan Kertajaya dan Ardhi Ridwansyah. Diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.

Serial pertama, insyaAllah terbit pada 15 Oktober 2019. Semoga bisa terbit setiap hari.

Karena saya tahu, kita terkadang — atau sering ya– malas membaca. Apalagi bacaan yang panjang, buku yang tebal (243 halaman) dan besar.

Meski saya tahu, terkadang kita membayangkan sesuatu yang panjang atau besar. Dan menyenangkan.

(Wiyanto Sudarsono)

Posted on Leave a comment

Karet

Saya menyukai serial televisi Upin dan Ipin episode Mainan Baru (2018) dan film Thailand Friend Zone (2019). Alasannya sederhana. Mengingatkan saya pada kampung halaman.

Ada adegan komoditas pertanian kampung halaman saya. Karet.

Kebun karet (foto : pribadi)

Tanaman perkebunan warisan zaman kolonial Belanda.

Tanaman kayu yang menghasilkan getah. Dipanen saat usia 5-6 tahun untuk bibit dari jenis okulasi, menempel. Tergantung klon. Semacam varietas kalau di tanaman padi.

Karet menghasilkan getah dari bidang sadap (luka di batang). Melalui getah itu, Allah memberikan rezeki kepada petani karet. Kepada saluran tataniaganya. Dari karet kita dapat belajar banyak.

Rezeki dari atas, ditampung di bawah. Jika mau mendapat rezeki, hendaknya merendah dihadapan Ar-Razaq, Yang Maha Pemberi Rezeki.

Petani karet harus disiplin. Setelah subuh berangkat ke kebun. Siang sedikit tidak maksimal. Getah cepat mengering, beku.

Tawakal. Kita bisa memiliki klon karet terbaik, memalukan dengan baik. Tapi banyaknya karet Allah yang tentukan dan kemudian karet itu sendiri yang harus mengeluarkan getah. Kemarau seperti ini, getah surut. Musim hujan, getah banyak. Tapi bidang sadap basah.

Tataniganya pun demikian. Seperti Karet yang kita kenal. Dapat melar panjang. Harga benar-benar bisa naik turun dalam hitungan hari, atau jam.

Karet, program yang menjadi alasan transmigrasi di tahun 1974. Kakek saya termasuk salah satu pesertanya.

(Wiyanto Sudarsono)