Catatan Jumat Pagi
Oleh Wiyanto Sudarsono
Salah satu pohon yang istimewa. Saya yakin itu. Meski keyakinan itu hanya didapat dari pengamatan. Melihat. Tanpa didukung dalil syariat. Paling tidak saya belum menjumpai disebutkannya pohon asam (pohon asem) di dalam Al-Qur’an atau As-Sunnah.
Bagi kita yang hidup di Indonesia tentu tidak asing dengan pohon asam ini. Asem atau asam, asam jawa atau tamarin. Tamarindus indica L.
Keistimewaan ini terindikasi dari banyaknya pohon asam di tanam di pinggiran jalan di Jawa, sebagian Sumatera, jalur tengah Sulawesi Selatan (Parepare – Palopo), dan sebagian Pulau Flores. Ini yang sudah pernah saya lihat. Dan saya ingat. Konon di tanam di masa kolonialisme Belanda.
Tentang Pepohonan
Asam adalah salah satu pohon yang memiliki akar tunggang atau tunjang. Akar yang dari batang menghunjam lurus ke bawah. Ke dalam tanah. Sedalam mungkin. Sesuai dengan kehendak Allah, Yang Menghidupkan pohon.
Batangnya. Bisa lurus tinggi menjulang. Dahan, ranting beserta daunnya bisa membentang luas. Rindang.
Di bawah pohon asam jugalah, dulu arena bermain kami di waktu kecil. Di desa. Engklek, egrang, patok lele/bentik, gobak sodor, lompat tali, betengan, dan lain sebagainya. Pernah terselenggara di bawah pohon asam. Yang begitu besar.
Umpama Pohon
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.
(QS Ibrahim [14] : 24-25).
Kalimat yang baik, dan kebaikan itu sendiri, umpama pohon. Kuat akarnya, tinggi batangnya, rindang pohonnya, berbuah setiap musimnya. Keberadaannya membawa manfaat dan kesejukan.
Ada banyak tanaman, pohon, buah, dan lainnya dari kingdom plantae yang disebutkan di dalam Al-Qur’an. Begitu yang saya dapat setelah bertanya di mesin pencari.
Pohon Asam Asli
Gambar di atas adalah pohon asam asli. Asem tenan. Ditanam di Pot. Tepatnya dipindah di pot. Ditanam oleh Bapak Mertua saya rahimahullah.
Seingat saya, bijinya dari sisa asam yang dibuang saat membuat sayur atau cuko pempek.
“Cuko pempek yang enak harus dari gula area asli. Asamnya, asam jawa yang tumbuh di Sumatera“. Demikian tetangga saya dulu di Bogor. Saat membanggakan cuko pempeknya.
Pohon asam yang saya gambarkan di atas, adalah yang tumbuh bebas di bumi Allah. Tanpa dikekang. Di pot, di polybag. Atau bahkan dibonsai. Dikerdilkan.
Pohon asam yang ditanam di pot, kurang bagus. Di musim hujan sekalipun. Karena daunnya yang rindang, ketika hujan, air tidak jatuh dan mengalir di pot. Sehingga akar di pot tidak dapat air. Itu mengapa masih perlu disiram.
Agar benih kebaikan itu bisa tumbuh dengan baik, harus tumbuh di tempat yang baik, dirawat dengan cara yang baik dan benar. Itu mungkin perlunya hati yang ikhlas, bersih, untuk diletakkannya kebaikan.
Semoga Allah menjadikan hati kita hati yang ikhlas. Hati yang diberi petunjuk. Hati yang ditetapkan di atas agama-Nya. Aamiin…
(Wiyanto Sudarsono)